Dan berkaitan dengan kata tentang peristiwa, puisi yang diupdate kali ini adalah puisi berjudul puisi menjelang peristiwa bulan dengan format puisi puisi naratif bagaimana puisinya untuk lebih jelasnya silahakn disimak saja berikut ini.
Menjelang Perstiwa bulan
Oleh: Dion Syaif Saen
Seindah hujan menantimu dam bertengger di kening rindu, kau menyusup masuk kerelungku bagai angin menerpa sejuk menjelma menjadi sosok perindu yang ternanti berabad.Ada kecʌnduan kita yang sama, empat gelas kopi kau teguk, ratusan kisah bahkan tak bisa ku telaah dengan angka cerita terbawa lembaran-lembaran zaman.
Kita adalah tuʌk-tuʌk yang di teguk rindu, merekah setiap saat, dan mabʋk bersama imajinasi tanpa memperkuat idaman semata sensasi.
Menjelang peristiwa bulan pekan depan, mencʋmbui pesona cahayanya dam masuk menjadi sukma, menempatkan alam jagad menjadi manusia lebih beradab. Aku menunggumu di tiang-tiang waktu tanpa mengenal kala! Setiba waktunya, sebuah ingatan "Cermin" itu hingga membawaku ke arah selatan menuju tanah bertuah. Tanpa kita berpikir panjang, dan menanyakan kenapa mesti di pertemukan, dengan perantara angin, hujan dan kecamuk-kecamuk yang selalu ada mendera.
Sebetah apakah rembulan di matamu bertengger, yang selalu indah dan menerobos ke lubukmu, dan kau datanga di gubukku? Seperti Aksara semesta memecah kesunyian yang kucari, meletakkan bunga-bunga ilmu manusia menguatkan bunga biraeng, jalarambang,,kisa julukan, di ladung, hingga tutur orang-orang dulu kita kupas tanpa tahu endingnya. Sebab selalu meyakini, ada skenario Tuhan kumudian.
Ini belum usai, biarlah rindu kembali menjadi tuak yang memabukkan selalu. merekah "Kerepi Jammeng nana bosaarang kalenna" Atau buai anak-anak generasi sekarang, bertempur dengan peradaban dengan dirinya sendiri. Dan Seperti Umbu, kau mengajakku pulang kekampung dan halaman hati.
Esok akan sifat matahari sama, walau berbeda moment. Dalam bejana ilmu, kau tempatkan ke inti segala manusia, tanpa meluap-luap seperti yang umumnya, menjadi wasiat dan kejujuran dalam satu pesona karya, keinginan, berkiat, berkabung, bersedih dan bertamasya dalam fantasi-fantasi yang sama kita pahami.
Kopi seduh, mengigau dalam gelas cerminmu masih ada menjadi waktu di aksara-aksara semesta jiwa.
Rindu itu tak habis untukmu saudaraku Alief Anggara
DSS 270118